Kumpulan catatan kecil ini merefleksikan pengalaman dan pengamatan sehari-hari terhadap hal-hal sederhana di sekitar saya. Melalui situs ini, saya mencatat dan memperbarui momen-momen berharga dengan cara yang lebih praktis dan terorganisir.

December 2025

Mon Tue Wed Thu Fri Sat Sun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
28/11/2025
  •  

    Catatan pada 28/11/2025  10:00 am - 10:30 am

    "Rasa Memiliki yang Sehat Adalah Fondasi Universitas yang Maju"

    Merenungkan perkembangan sejarah rasa memiliki seperti yang disajikan dalam teks, kita belajar bahwa rasa memiliki muncul sebagai respons manusia untuk menjaga hasil kerja, membangun keamanan, dan memperkuat identitas diri. Dalam konteks universitas, rasa memiliki terhadap institusi, baik oleh dosen, tenaga kependidikan, maupun mahasiswa, adalah faktor penting yang membuat sebuah universitas hidup, berkembang, dan dihormati. Tanpa rasa memiliki, tidak akan ada kepedulian, tidak ada dorongan memperbaiki mutu, dan tidak ada kebanggaan terhadap reputasi akademik.

    Namun, sejarah juga menunjukkan bahwa ketika rasa memiliki berubah menjadi kepemilikan pribadi yang sempit, ia dapat menimbulkan masalah. Pada tahap peradaban tertentu, rasa memiliki berkembang menjadi simbol prestise dan akhirnya memunculkan persaingan egoistik: siapa yang memiliki lebih banyak, siapa yang berhak menguasai, siapa yang lebih penting. Dalam universitas, bentuk ekstrem dari rasa memiliki sering tampak dalam perebutan program studi, laboratorium, proyek penelitian, jabatan, bahkan mahasiswa. Fenomena ini menciptakan "ruang kompetisi" yang tidak sehat, yang pada akhirnya menghambat kolaborasi dan memecah ekosistem akademik.

    Universitas justru maju ketika rasa memiliki diletakkan pada kolektivitas, bukan pada individu. Artinya, kita perlu memiliki universitas bersama-sama, tetapi mengurangi rasa bahwa kita “memiliki” bagian tertentu secara eksklusif. Dosen tidak memiliki prodi, laboratorium tidak dimiliki oleh satu kelompok, organisasi tidak dimiliki oleh segelintir orang. Semua adalah amanah yang dikelola untuk kemajuan bersama. Dengan mengurangi rasa “ini milikku”, energi untuk bersaing secara personal dapat dikembalikan menjadi energi untuk membangun institusi secara profesional.

    Ketika rasa memiliki diarahkan kepada visi institusi, bukan kepada dominasi pribadi, universitas berubah menjadi ruang kolaboratif. Semua orang merasa terlibat, tetapi tidak merasa harus menguasai. Semua merasa bertanggung jawab, tetapi tidak merasa harus berkuasa. Pada titik itu, kompetisi bergeser menjadi kolaborasi produktif, dan struktur akademik lebih stabil, sehat, dan berorientasi jangka panjang.

    Sebab itulah perenungan tentang “rasa memiliki” menjadi penting bagi masa depan universitas. Rasa memiliki tidak harus dihapus. Ia harus diarahkan. Kita membutuhkan rasa memiliki yang cukup kuat untuk memelihara, tetapi cukup rendah hati untuk tidak menguasai. Dari keseimbangan itulah universitas menemukan kekuatannya untuk tumbuh secara ilmiah, relevan, dan bermartabat.

Menulis memberikan makna pada kehidupan kita; setiap kata yang ditorehkan adalah jejak langkah dalam menelusuri keindahan dan keajaiban dunia.