“Perjalanan hidup saya tidak terlepas dari perjalanan hidup orang tua, karena merekalah yang membentuk hidup saya. Ini sebahagian dari sejarah hidup bapak yang sempat saya catat.”
Nama Bapak adalah Nur Anas Djamil. Bapak dari bapak atau datuk saya, Nurani Djamil, yang lahir di Payakumbuh pada tahun 1902 adalah seorang guru dan pedagang. Beliau fasih berbahasa Arab. Di bawah ini adalah foto beliau (paling kanan sedang memegang tongkat), ketika beliau sekolah di Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek, Bukittinggi tahun 1920-an.
Kronologi riwayat hidup Nur Anas Djamil
PAYAKUMBUH (1931 – 1950) | |
1931 | Lahir di Balaimansiro, Payakumbuh pada 17 Oktober 1931 dari pasangan Nurani Djamil dan Rakiah. |
1936 - 1937 | Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal (Muhammadiyah), Kubang, Payakumbuh. |
1938 – 1942 | Hollandsch-Inlandsche School (HIS), Persatuan Guru Indonesia, sekolah swasta sampai kelas empat di kota Payakumbuh. Tahun 1942 penjajah Jepang masuk ke Payakumbuh dan kembali ke Balaimansiro. |
1942 – 1944 | Sekolah sambungan di Dangung-dangung (setingkat Sekolah Dasar) dan kembali duduk kembali di kelas empat sampai tamat kelas lima. Menerima ijazah. |
1945 – 1946 | Madrasah Mahad Islami (sekolah agama) di kota Payakumbuh, Ibtidaiyah dan langsung masuk kelas tiga. |
1947 – 1948 | Tsanawiyah Muhammadiyah, Kubang. Langsung masuk kelas empat. |
1949 | Anggota Tentara Pelajar Gapeda Payakumbuh Utara. |
1949 | Madrasah Aliyah Kulliyatul Muballighihen, Payakumbuh. Belanda kembali menjajah dan perang dengan Belanda kembali bermula, dan pulang kembali ke kampung di Balaimansiro. |
1948 – 1950 | Tinggal di kampung Balaimansiro dan bersekolah darurat di Kubang. Kota-kota penting dikuasai oleh Belanda. |
PADANG PANJANG (1950 – 1953) | |
1950 – 1953 | Masuk Mu’allimin ‘Ulya, Sekolah Guru Agama Atas (SGAA) di Padang Panjang, sampai tamat. |
Yogyakarta (1953 – 1962) | |
1953 – 1954 | Sekolah persiapan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), Yogyakarta. Tahun 1955 mendapat beasiswa ikatan dinas sampai tamat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia, dan bebas memilih pekerjaan setelah tamat sebagai pegawai negeri. |
1957 – 1958 | Pengurus Senat Mahasiswa PTAIN Yogyakarta. |
1955 | Anggota pendiri organisasi Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI). |
1955 – 1957 | Anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), Yogyakarta. |
1955 – 1960 | Sekretaris dan Ketua Redaksi majalah mahasiswa Criterium Yogyakarta. |
1954 – 1962 | Kuliah di PTAIN sampai mendapat ijazah Doctorandus atau Drs. |
1959 | Menikah dengan Sofiah Djamaris di Yogyakarta. Akad nikah dilaksanakan di Jalan Sindunegaran 18, dan resepsi pernikahan di asrama PTAIN Jalan Sumbing 6, Yogyakarta. |
1960 | Hamda Nur, anak pertama lahir di Semarang pada 31 Oktober 1960. |
PADANG (1963 – 1966) | |
1963 – 1966 | Pulang ke Padang, setelah keluar Surat Keputusan menjadi dosen di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Andalas (UNAND). Pengurusan surat ini dilakukan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, dan suratnya keluar tiga hari setelah diurus. Sebelumnya gagal dalam ujian masuk Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) di Jakarta pada tahun 1962. Awal Januari 1963 langsung mengajar Pendidikan Agama Islam di UNAND. |
1964 – 1966 | Anggota pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat. |
1965 – 1966 | Dekan Fakultas Adab, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. |
BUKITTINGGI (1966 – 1974) | |
1966 | Hamdi Nur, anak kedua lahir di Padang pada 14 Februari 1966. |
1966 – 1967 | Ditugaskan sebagai Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan di Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS) IKIP di Bukitinggi. Rektor pada waktu itu adalah Prof. Dr. Isjrin Noerdin dan Dekan FKSS adalah Jacub Isman, M.A. |
1967 – 1969 | Ketua Jurusan Bahasa Arab di FKSS IKIP. Karena tidak ada dosen dan peluang kerja yang sukar bagi lulusan, Jurusan Bahasa Arab di FKSS IKIP terpaksa ditutup. |
1969 | Hadi Nur, anak ketiga lahir di Bukittinggi pada 6 Mei 1969. |
1969 – 1971 | Dekan FKSS IKIP di Bukittinggi. Salah satu tugas yang diemban adalah mengurus pembebasan tanah untuk pembangunan kampus IKIP di Bukitinggi. Namun tidak berhasil. Hal ini juga disebabkan oleh kelalaian dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). |
1971 | Huseini Nur, anak ketiga lahir di Bukittinggi pada 23 Maret 1971. |
1967 – 1974 | Ketua Mesjid Raya Bukittinggi. Jabatan ini atas persetujuan H. Mansoer Daoed Dt. Palimo Kayo, ulama terkemuka Indonesia asal Sumatera Barat dan pernah pernah ditugaskan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Irak. |
1973 – 1975 | Pembantu Dekan bidang Keuangan di Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS) IKIP. Tahun 1974 pindah ke Padang. |
PADANG (1974 – SEKARANG) | |
1974 – 2001 | Dosen Pendidikan Agama Islam di IKIP Padang, Universitas Andalas dan Universitas Bung Hatta (sejak tahun 1981). |
1975 – 1976 | Menjadi peserta di Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LEKNAS-LIPI) di Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) yang diketuai oleh Dr. Alfian selama satu tahun. |
1976 – 1977 | Melakukan penelitian dengan topik “Tarekat Syattariyah di Sumatera Barat” yang dibiayai oleh LEKNAS-LIPI. Penelitian ini adalah penelitian grounded theory yang mengacu pada seperangkat metode induktif yang sistematis untuk melakukan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk pengembangan teori. |
1984 – 1990 | Pindah ke Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) IKIP Padang dan menjadi Ketua Jurusan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). |
1987 – 1998 | Anggota pengurus Islamic Center, Sumatera Barat. |
1991 – 1996 | Anggota Dewan Penasehat ICMI Korwil, Sumatera Barat. |
1993 – 1994 | Ketua Ruang Pendidik Indonesisch Nederlansche School (INS) Kayutanam, Padang Pariaman. |
1995 – 2000 | Ketua Umum, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Sumatera Barat. |
2000 – 2020 | Penasehat, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Sumatera Barat. |
1996 – 2001 | Ketua Dewan Mesjid Indonesia, Sumatera Barat. |
1996 – 2001 | Ketua Komisi Majlis Ulama Indonesia, Sumatera Barat. |
1991 | Diangkat menjadi Profesor dalam bidang Islamologi di IKIP Padang. |
2001 | Pensiun dari IKIP Padang pada umur 70 tahun. |
2010 – 2015 | Ketua Lembaga Amil Zakat Infak dan Sadaqah, Muhammadiyah Sumatera Barat. |
2012 – | Pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Sumatera Barat. |
Bani Nurani Djamil
Alhamdullilah, keluarga besar datuk saya, Nurani Djamil hampir setiap tahun berkumpul. Saya mengikuti beberapa acara kegiatan silahturahmi tersebur, diantaranya di Jakarta pada tahun 2009 dan di Payakumbuh pada tahun 2013.
Di bawah ini adalah foto-foto acara silahturahmi di Jakarta pada 20 Nopember 2009. Cukup ramai yang hadir.
Acara silahturahmi Bani Nurani Djamil telah terlaksana dengan baik pada 28 Juli 2013 di Padangtugayek, Payakumbuh, dengan kehadiran keluarga besar (termasuk anak-cucu dan cicit) sebanyak 58 orang (dari keturunan Nurani Djamil= 44 orang, dari keluarga “Kasimah”= 13 orang, dari pihak “bako”=1 orang). Pada acara silaturahmi, hadir enam dari delapan anak Nurani Djamil yang masih hidup (Nur Anas Djamil, Nur Inas Djamil, Nur Animar Djamil, Nur Sani Djamil, Nurninth Djamil dan Nurnis Djamil). Nama mushola yang dibangun oleh keluarga Nurani Djamil ditetapkan menjadi “Langgar Bani Nurani Djamil”.
Keluarga Bapak di Malaysia
Sebahagian keluarga Bapak juga ada tinggal di Malaysia. Di bawah ini adalah sebahagian dari silsilah Tengku Hitam dan dua urang anaknya, Haji Yunus dan Haji Ismail. Silsilah ini adalah tulisan tangan Bapak yang diberikan kepada saya sebelum saya berangkat ke Malaysia tahun 1995.
Hubungan antara keturunan Haji Yunus dan Haji Ismail yang terputus telah dipertalikan kembali oleh Djamil Datuk Bijo yang datang ke Padang Sebang pada sekitar tahun 1920-an bersama anaknya Nurullah. Nurani Djamil, anak Djamil Datuk Bijo datang ke Padang Sebang pada tahun 1942 ketika penjajahan Jepang. Perhubungan antara keturunan Haji Yunus dan Haji Ismail dimulai dengan hubungan surat menyurat antara ayah saya, Nur Anas Djamil, dengan Makcik Nyonya pada tahun 1960-an berdasarkan catatan silsilah yang ditulis oleh Nurani Djamil. Datuk saya, Nurani Djamil (lahir tahun 1901), adalah alumni Sumatera Thawalib Parabek, di Bukittinggi, dan merupakan senior Buya Hamka ketika beliau belajar disana.
Tengku Hitam, ayah dari Haji Yunus dan Haji Ismail, meninggal dunia dan dimakamkan di Mungka, Payakumbuh, Sumatera Barat. Haji Yunus dan Haji Ismail, menurut catatan Nurani Djamil meninggal dan dimakamkan di Paya Rumput, Melaka, Malaysia. Namun lokasi makam mereka yang tepat tidak diketahui.
Saya mengunjungi saudara di Padang Sebang pertama kali pada tahun 1995. Insya Allah hubungan silahturahmi antara keturunan Haji Yunus dan Haji Ismail ini dapat berlangsung dengan baik.
Di bawah ini adalah rumah keluarga Bapak di Padang Sebang, Melaka dan foto-foto mereka yang saya ambil dari album foto Bapak di Padang.
Anak-anak Nurani Djamil
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, pada 28 Januari 2021 telah berpulang ke rahmatullah adik kandung Bapak saya, Nur Anizur Djamil (Pak Etek Icun), pada usia 80 tahun di Surabaya. Dua foto di bawah ini, foto tahun 1930an, 1956 dan 2009, mengingatkan keluarga besar Datuk saya, Nurani Djamil, yang mempunyai 12 orang anak (dari empat orang istri). Pada foto tahun 2009, setelah meninggalnya Pak Etek Icun (berdiri nomor 3 dari kanan dalam foto yang berwarna), sekarang yang masih hidup tinggal 5 orang. Bapak, Nur Anas Djamil, paling kanan dan 4 orang adik-adiknya yang berdiri nomor 1 sampai 4 dari sebelah kiri.
Ini nama anak-anak Nurani Djamil. Beliau meninggal dunia dalam usia 50 tahun pada 12 Juli 1952, dan dimakamkan di Balai Talang, Payakumbuh.
- Nur Misbah Djamil (16-08-1926)
- Nur Anis Djamil (16-02-1929)
- Nur Inas Djamil (15-02-1931)
- Nur Anas Djamil (17-10-1931)
- Nur Animar Djamil (04-06-1932)
- Nur Asni Djamil (17-01-1934)
- Nursani Djamil (17-12-1936)
- Nur Anizar Djamil (28-05-1938)
- Nurninth Djamil (05-01-1939)
- Nur Anizur Djamil (16-07-1941)
- Nurnis Djamil (15-09-1941)
- Nur Aini Djamil (02-05-1946)
Bapak dan buku
Akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, sewaktu saya masih sekolah dasar (SD) saya sering diajak Bapak pergi membeli buku. Waktu itu, dua toko buku yang terkenal adalah toko buku Anggrek dan Sari Anggrek. Toko buku tersebut sekarang masih ada. Karena seringnya membeli buku dan kenal dengan pemiliknya (Bapak Azhar Muhammad), Bapak diberi diskaun sekitar 15% (kalau tidak salah) jika membeli buku disana. Koleksi buku di rumah Bapak di Air Tawar, Padang, cukup banyak. Minat membaca saya juga tumbuh karena di rumah tersedia banyak bahan bacaan. Ini adalah foto di ruang kerja beliau di rumah sekitar tahun 1980-an.
You must be logged in to post a comment.